Jakarta, CNN Indonesia — Deputi Politik 5.0 TPN Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto, menilai petisi dari kampus-kampus dan aksi demonstrasi di sekitar Istana Negara yang belakangan ini bermunculan adalah bentuk kegelisahan warga terhadap dinasti politik Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Andi menyebut kegelisahan yang kuat itu mulai tercium ketika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan soal perubahan syarat usia capres-cawapres keluar. Putusan itu dianggap melancarkan jalan Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi, menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Oleh sebab itu juga beberapa waktu lalu dia juga sempat mengunggah lagu berisi sindiran terhadap dinasti politik. Dia tidak menyangka gelombang kritik terkait itu masih berlangsung hingga saat ini.
“Ternyata isunya awet jadi menunjukkan memang ada kegelisahan bersama tentang isu demokrasi politik dinasti yang mewarnai pemilu 2024,” kata Andi dalam Podcast Political Show CNNIndonesia.com.
Menurut Andi, gelombang kritik terhadap Jokowi bisa terus membesar jika mantan walikota Solo itu tidak menggubris dan melakukan evaluasi.
“Itu tergantung Pak Jokowi. kalau Pak Jokowi-nya benar-benar acuh, tidak menghiraukan, terus kemudian merasa segala sesuatu berjalan baik-baik saja. Ini bisa bergelombang,” ujarnya.
Andi menduga klarifikasi dari Jokowi terkait kampanye itu merupakan bagian dari upaya meredam kritik publik. Namun, menurutnya, hal itu sulit diredam karena Jokowi sudah kadung mendapat sentimen negatif di mata publik.
Bahkan, kata Andi, sentimen negatif terhadap Jokowi selama sebulan terakhir menembus -70 persen.
Sebenarnya, masih ada satu metode lain yang belum Jokowi lakukan untuk mengatasi gelombang protes ini. Biasanya, kata Andi, Jokowi selalu mendatangi langsung pihak yang mengkritik.
Andi adalah mantan Gubernur Lemhannas. Ia dikenal sebagai ‘orang Jokowi’ sejak lama. Andi pernah menjadi Deputi Tim Transisi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK) setelah Pilpres 2014. Andi juga pernah menjabat Sekretaris Kabinet.
“Dulu selalu dilakukan oleh Pak Jokowi, tapi sekarang belum dilakukan. Bertemu langsung dengan para guru besar itu,” ujarnya.
“Bertemu langsung, mungkin susah untuk dilakukan di istana, mungkin Pak Jokowi datang ke UGM bertemu dengan para guru besar di UGM mendengarkan langsung apa yang menjadi concern mereka,” imbuhnya.
Desakan pemilu jujur
Di sisi lain, Andi juga melihat gelombang protes itu dilakukan agar Pemilu yang akan digelar beberapa hari lagi bisa berjalan dengan jujur.
“Ya muaranya, akhirnya, untuk saya yang paling utama, membuat pemilih itu bisa datang ke TPS dengan tenang di 14 Februari, dengan keyakinan, suara mereka tidak akan diutak-atik,” kata Andi.
“Karena muncul kesadaran, muncul komitmen yang lebih besar untuk menjalankan pemilu secara demokratis. minimal itu,” lanjutnya.
Andi juga menyebut para pemilih yang saat ini cenderung antipati karena merasa percuma memilih, bisa kembali ke TPS.
“Dengan keyakinan, banyak yang jaga dalam proses 14 Februari perhitungan suara tersebut. Minimal suaranya menjadi betul-betul dihitung sesuai dengan pilihannya,” ujarnya.
Sebelumnya, beberapa pihak juga sudah mengingatkan Jokowi soal bahaya dinasti politik. Contohnya, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara yang melayangkan somasi meminta Jokowi tidak menyelewengkan kekuasaan demi mengamankan dinasti politik.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, Kamis (7/12), mengatakan Jokowi mendengar masukan dari berbagai pihak. Namun, “Tidak ada respons khusus atas somasi tersebut.”
Ari mengatakan Jokowi tetap menjalankan beberapa poin tuntutan meski tak merespons somasi tersebut. Salah satunya mewujudkan demokrasi berkualitas.
“Dengan atau tanpa somasi tersebut, Presiden tetap berkomitmen mewujudkan demokrasi berkualitas, menjaga netralitas aparatur negara serta menegakkan supremasi hukum,” klaim dia.
(yla/arh)